Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Koh Hay usianya sudah 73 tahun. Sejak 2021 lalu, beliau seharusnya menjalani operasi lutut. Total knee replacement. Tapi orang yang satu ini memang anggota X-Men asli. Dia malah ikut event-event gowes. Bahkan baru saja gowes 1.100 km dalam seminggu, termasuk gowes Surabaya-Bali pulang-pergi.

Koh Hay memang legenda asli dunia sepeda Indonesia. Partner podcast saya di Mainsepeda, Johnny Ray, menyebutnya sebagai "Pusaka Surabaya."

Orang-orang gowes Surabaya --bahkan mungkin Indonesia-- sudah lama kenal Koh Hay, yang nama lengkapnya Go Suhartono. Semua pasti salut dan kagum dengan beliau. Tidak takut diajak gowes ke mana pun, dengan rute apa pun, dengan kondisi jalan dan cuaca bagaimana pun.

Bukan hanya tidak takut ikut, Koh Hay ini kuatnya minta ampun. Jujur, dalam kondisi saya sekarang, kalau menanjak saya mungkin imbang --atau kalah-- dari Koh Hay.

Dalam lima tahun terakhir, seiring bertambah usia dan berat badan (wkwkwkwk), sangat sulit bagi saya untuk menjaga konsistensi dan performa. Sementara dalam lima tahun terakhir, Koh Hay kayaknya kok selalu konsisten sama. Padahal, dalam lima tahun ini, saya beralih dari kepala tiga ke kepala empat, sedangkan Koh Hay dari kepala enam ke kepala tujuh!

Pengalaman saya paling seru adalah di awal 2018. Waktu itu, saya dan beberapa teman niat gowes bikepacking dari Surabaya ke Labuan Bajo. Tepatnya sampai Pelabuhan Sape di ujung Sumbawa, lalu naik kapal ke Labuan Bajo.

Selama lima hari, kami gowes membawa baju dan perlengkapan di atas sepeda. Tanpa pengawalan, hanya boleh keluar uang Rp 2 juta. Menginap di losmen atau hotel-hotel murah yang dilalui di jalan. Total jarak nyaris 1.000 km (tepatnya 990 km) itu kami jalani dengan relatif lancar. Padahal hampir 200 km sehari, melewati cuaca buruk, tanah longsor, dan lain-lain.


Koh Hay (kiri) saat mengikuti gowes dari Surabaya ke Labuan Bajo pada 2018.

Ada dua senior di rombongan itu. Koh Hay dan Pak Tonny Budianto, yang usianya 63 tahun. Dua orang ini tangguhnya minta ampun. Kebetulan pas di Situbondo, saya tidur satu kamar dengan keduanya. Saya yang muda mengalah, tidur di kasur tambahan di lantai, wkwkwk...

Selama perjalanan itu, Koh Hay menunjukkan disiplinnya. Tidur tidak kemalaman. Tidak mau makan gorengan. Tidak mau minum es. Walau sebenarnya dia makan apa saja tidak takut. Kalau kita ada yang masalah dan tercecer, Koh Hay dengan sabar menemani. Ketika Koh Hay duluan sampai di tanjakan, dia berdiri di pinggir jalan dan menawarkan pisang kepada kami yang baru sampai.

Padahal, waktu itu Koh Hay sudah kelihatan bermasalah untuk jalan. Kami saja yang kurang ajar, diajak jalan keliling lihat Komodo di Pulau Rinca. Naik turun bukit di sana.


Koh Hay masih kuat jalan keliling naik turun bukit di Pulau Rinca.


Azrul Ananda dan Koh Hay naik kapal ke Labuan Bajo.

Nah, tahun lalu, Koh Hay makin sering mengeluhkan lututnya. Ditambah dengan engkelnya. Saking sakitnya, Koh Hay belakangan lebih sering bersepeda dengan pedal biasa dan sepatu karet Rp 100 ribuan. Tidak menggunakan sepatu sepeda yang kaku dan memakai sistem clipless (cleat, sepatu mengunci ke pedal).

Kebetulan, di kelompok gowes kami ada dokter bedah tulang, dr Theri Effendi Sp.oT. Kata dokter pesepeda yang berkali-kali membedah saya (dan pemain-pemain Persebaya) ini, lutut kanan Koh Hay itu sudah osteoarthritis grade 4. Bahkan harus menjalani prosedur total knee replacement (TKR).

Sementara engkelnya belakangan bermasalah karena efek dari lutut tersebut. "Engkelnya sering bengkak belakangan karena bentuk kaki sudah berubah karena usia," tutur Theri. "Engkelnya mengalami PTTD, atau posterior tibialis tendon disfunction," tambahnya.

Menurut Koh Hay, lututnya itu sebenarnya sudah sakit selama 35 tahun. Sedangkan engkel itu baru lima bulan terakhir.

Akhir tahun lalu, seharusnya Koh Hay menjalani operasi itu. Namun ditunda. Alasannya, karena Koh Hay ingin ikut event KAI Kediri Dholo KOM yang kami selenggarakan.

Saya pikir, awal tahun ini dia akan operasi. Karena itu, ketika saya hendak gowes Surabaya-Bali dengan teman-teman pada 10 Januari lalu, saya tidak mengajak Koh Hay.

Rupanya, dia bingung, kok tidak diajak. Tanya ke sana kemari kenapa tidak diajak. Kemudian tanya saya langsung. Tentu saja kita selalu merasa seru kalau Koh Hay ikut. Setelah saya jelaskan, dan dia tetap semangat, ya sudah. Koh Hay ikutan.

Theri bilang ke saya, kalau dia sudah mengingatkan Koh Hay. "Saya sudah meminta dia mengurangi power saat gowes. Lebih bermain cadence (putaran kaki lebih ringan dan cepat). Tapi kata dia tidak bisa. Karena dia masih ingin mengikuti kecepatan teman-teman. Emang edan," cerita Theri lantas tertawa.

Theri menambahkan, dia khawatir dengan operasi, dia bisa mengurangi kebahagiaan seorang Koh Hay. Theri khawatir, pasca operasi, Koh Hay tidak bisa lagi gowes bareng teman-teman AA SoS (Azrul Ananda School of Suffering). "Selama ini, pasien saya yang pasca TKR hanya gowes cantik saja. Belum ada pasca operasi TKR yang sembuh lalu gowes Surabaya-Banyuwangi-Bali soalnya, ha ha ha..." jelasnya.

Saya bercanda ke Theri, kalau Koh Hay mungkin akan beda hasilnya. "Mungkin X-Men satu ini bakal bisa," celetuk saya.

"Nah, bisa dicoba. Kalau tetap bisa gowes hardcore, ya nama saya ikut harum. Ha ha ha. Tapi kalau tidak bisa, saya akan merasa bersalah," timpal Theri.

Yap, sementara belum operasi, Koh Hay memang edan luar biasa. Tanggal 10-11 Januari, gowes total hampir 450 km dari Surabaya ke Bali. Hari pertama 285 km Surabaya-Banyuwangi. Hari kedua gowes lanjut lebih dari 150 km hingga Jimbaran.


Koh Hay saat gowes ke Bali menggunakan pedal biasa dan sepatu karet Rp 100 ribuan.

Istirahat sehari, pada 13 Januari Koh Hay gowes bareng Johnny Ray dan Faisol Arif. Menempuh jarak lebih dari 200 km, menanjak lebih dari 2.000 meter, dengan rute wilayah Timur Bali.

Tanggal 14, Koh Hay ikut saya nonton Persebaya lawan PSM Makassar hingga lewat tengah malam waktu Bali. Besoknya, pagi-pagi pukul 06.00, ternyata dia sudah ikutan kelompok gowes pulang ke Surabaya.

Tanggal 15 Januari gowes Jimbaran-Banyuwangi. Tanggal 16 kemarin Banyuwangi-Surabaya. Kalau ditotal, dalam enam hari, Koh Hay gowes sekitar 1.100 kilometer.

Dan saya tekankan, itu bukan gowes santai sesampainya. Dengan kecepatan mengimbangi teman-teman kuat yang jauh lebih muda.

Asli. Koh Hay ini manusia ajaib. Beri dia sepeda, lepas dia di jalan, dijamin dia tidak akan kehilangan arah atau bisa ditinggal lawan. Koh Hay tahu di mana saja makan yang enak di semua kota! Dia hanya bisa tersasar ketika harus jalan kaki di dalam hotel, bingung menemukan lobi dan jalan keluar! Wkwkwkwk...

Kami semua teman-teman sepeda di Surabaya bangga punya panutan seperti Koh Hay. Di grup WA, kami selalu mem-posting foto Koh Hay saat ikut rute edan. Yang melihat hanya bisa geleng-geleng kepala, selalu sulit mempercayai walau sudah lama kenal beliau.

Kami selalu bilang: "Semoga kita semua bisa terus semangat dan kuat gowes seperti Koh Hay." Walau dalam hati, jangankan bisa gowes kuat sampai usia 70-an. Bisa mencapai usia 70 sudah akan menjadi sesuatu yang sangat disyukuri.

Apa komentar Koh Hay di grup WA itu? Singkat dan sederhana: "Tq TUHAN MASIH MEMBERI bonus." (azrul ananda)

 

Comments (26)

Catatan Rabuan

Simon Mottram Sang Filsuf Jersey

Salah satu yang paling saya kagumi adalah Simon Mottram, founder merek apparel sepeda Rapha yang akhir November ini meng...

Pura-Pura Sakit v Pura-Pura Kuat

Saya sering bertanya-tanya. Olahraga apa yang paling berat dilakukan? Olahraga apa yang di tingkat dunia paling berat di...

Kota Ajaib Bentonville

Dalam perjalanan dari Texas ke Kansas, saya dan teman-teman tidak "langsung lurus" ke arah utara. Road trip sempat kami...

Olahraga (Industri) yang Sehat

Olahraga bisa bikin badan kita sehat. Jiwa kita juga kuat. Jadi pengurus olahraga di Indonesia mungkin bisa punya efek b...