Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda


Erick Thohir dan Azrul Ananda setelah berdiskusi di rumah dinas Menteri BUMN pada Rabu malam lalu.

Terima kasih, dan mohon maaf.

Senin lalu (16/1) saya sampai tidak bisa tidur. Sampai Selasa dini hari. Harus menjawab pertanyaan banyak orang lewat teks, atau lewat telepon. Rupanya daftar itu sudah beredar. Nama saya muncul di daftar calon wakil ketua umum (waketum), juga di daftar calon executive committee (exco) PSSI.

Bahwa nama saya muncul di daftar waketum, saya terus terang kaget. Banyak orang mengira saya mencalonkan diri. Bahkan sudah ada yang memberikan selamat, walau proses pemilihannya masih sebulan lagi.

Rupanya, cara mengkomunikasikan daftar nama calon itu mungkin kurang pas. Minimal, kurang sederhana dan kurang jelas. Kalau hanya melihat daftarnya, tanpa mendengar atau membaca penjelasannya, memang seolah-olah daftar itu dibuat berdasarkan segala surat pendaftaran yang masuk hingga Senin sore tersebut.

Padahal, untuk sebuah nama bisa muncul di situ (termasuk nama saya), cukup hanya dengan satu member/anggota PSSI mencalonkan tanpa memberi tahu yang dicalonkan. Jadi, walau saya tidak mencalonkan diri sebagai waketum, nama saya muncul karena ada --satu atau lebih-- yang mencalonkan.

Nantinya, komite pemilihan akan mengkonfirmasikan apakah yang bersangkutan bersedia dicalonkan atau tidak sebagai waketum.

Dalam hal ini, saya mengucapkan terima kasih banyak. Karena ternyata ada pihak --entah hanya satu atau beberapa-- yang menuliskan nama saya di daftar tersebut. Namun, saya juga mengucapkan maaf. Karena saya merasa bukan orang yang pas untuk posisi tersebut.

Meski demikian...

Dalam beberapa hari terakhir, ketika bertemu media, saya berkali-kali mengucapkan bahwa saat ini adalah saat yang sangat krusial untuk sepak bola Indonesia. Ini adalah momen terbesar, terpenting, bahkan mungkin terbaik, untuk melakukan perubahan besar di kepengurusan sepak bola Indonesia. Kalau momen ini terlewatkan, atau tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, maka mungkin momen seperti ini sulit untuk terulang kembali. Dan itu berarti, sepak bola kita akan "madesu" (masa depan suram).

Apalagi, momen besar ini muncul setelah sebuah tragedi besar menimpa, mengakibatkan 135 korban jiwa. Mereka tidak boleh meninggal sia-sia. Di masa depan, 135 korban tersebut harus dikenang sebagai orang-orang yang berjasa mendorong terjadinya perubahan positif untuk sepak bola Indonesia.

Sejak tragedi tersebut, dan khususnya selama beberapa pekan terakhir, saya banyak berbincang dan berdiskusi dengan orang-orang yang saya anggap berpotensi baik untuk sepak bola Indonesia. Semua --yang berniat positif-- menginginkan terjadinya perubahan besar-besaran.

Alhamdulillah, telah terjadi RUPS LB untuk PT Liga Indonesia Baru (LIB). Untuk kali pertama pengelolanya dipilih oleh teman-teman klub, bukan lagi dipaksakan dari federasi. Teman-teman penggemar bola harus bisa memisahkan dua institusi ini: PSSI dan PT LIB adalah berbeda. Masalah PT LIB masih banyak, tapi ini langkah ke arah yang seharusnya (semoga) baik.

Kemudian, kita akan segera menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk melakukan perubahan kepengurusan PSSI. Waktunya tiba untuk menjadi proaktif, bukan sekadar berbincang dan berdiskusi. Teman-teman di manajemen Persebaya juga sudah gatal, ingin bergerak aktif mendorong perubahan.

Kami merasa harus proaktif. Sekadar berkomentar, sekadar berbicara, apalagi hanya sekadar menulis komen singkat di media sosial, tidak akan cukup untuk mewujudkan perubahan tersebut.

Muncul nama-nama calon ketua umum baru. Salah satunya Bang Erick Thohir, yang sekarang menjabat Menteri Negara BUMN. Teman-teman klub banyak yang langsung menggalang surat dukungan. Saya waktu itu minta waktu dulu. Saya ingin bertemu dan berbincang dulu dengan Bang Erick secara pribadi. Pekan lalu, saya bertemu dengan Bang Erick di rumah dinasnya di Jakarta.

Erick dan Azrul ketika menonton pertandingan Honda DBL di Jakarta pada 2018 lalu.

Teman-teman semua, ada sebuah postingan di IG Mainbasket pada 2018 lalu. Waktu itu, kami duduk menonton pertandingan basket SMA DBL di Jakarta. Saya sebagai pengelola DBL, Bang Erick sebagai tokoh besar basket sekaligus alumnus sekolah yang waktu itu bertanding.

Postingan itu bertanya, apa yang kami bicarakan. Sekarang saya ingin membocorkannya. Waktu itu, saya sebenarnya bertanya kepada Bang Erick, kenapa kok tidak mencalonkan diri sebagai Ketum PSSI. Harus ada orang yang punya pengalaman dan visi industri untuk memimpinnya. Waktu itu, sebagai pengelola Persebaya, saya sebenarnya sudah termasuk puyeng dengan PSSI...

Bang Erick waktu itu bilang tidak mau. Dengan alasan-alasan yang tidak bisa saya sampaikan di sini.

Nah, ketika bertemu lagi pekan lalu, Bang Erick kembali cerita soal itu. Bahkan dia menegaskan sudah beberapa kali menolak maju jadi Ketum PSSI. Tapi, kali ini, dia sudah tidak bisa lagi menolak.

Sambil makan burger ayam, kami pun berdiskusi tentang apa yang akan dilakukan ke depan. Mengenai sepak bola secara keseluruhan, mengenai kompetisinya, dan lain sebagainya. Kalau ada poin-poin yang kami langsung instan sepakat, kami langsung jabat tangan. Beberapa kali.

Sebenarnya, bagi kebanyakan teman-teman di Liga 1 (bahkan juga Liga 2 dan banyak yang lain), harapan kita ke depan sama. Punya visi industri, karena hanya itulah yang bisa menjaga kelangsungan sepak bola (dan semua olahraga) ke depan secara sehat. Caranya mungkin bervariasi, tapi visi dan harapan yang dicapai sama. Perbedaan cara tentu sangat bisa didiskusikan bersama. Toh ending yang diharapkan sama.

Dalam percakapan itu, intinya kita membutuhkan semakin banyak orang berpikiran progresif untuk terlibat aktif. Bukan sekadar ngobrol dan berkomentar. Dalam percakapan itu, kami juga membahas bagaimana beberapa teman/pihak juga menginginkan saya untuk ikut terlibat di kepengurusan baru. Bang Erick ternyata juga meminta saya ikut terlibat.

Kami pun menutup pertemuan itu dengan berfoto bersama, dan bersalaman lagi. Perasaan kami makin mantap, mendukung Bang Erick untuk menjadi Ketum PSSI yang baru. Ketum yang punya visi industri olahraga.

Plus, saya semakin terdorong untuk ikut terlibat. Yaitu pada Jumat lalu (13/1), ketika Bang Erick dan sejumlah menteri lain mendampingi Presiden Jokowi menyaksikan final kejuaraan nasional Student Athletics Championship (SAC) yang kami selenggarakan bersama PASI di Stadion Madya Senayan. Waktu itu, Bang Erick berbicara kepada Presiden Jokowi: "Saya sudah minta Azrul memasukkan surat juga Pak."

Saya hanya bisa menjawab dengan tersenyum.

Pada Minggu lalu (15/1), teman-teman Persebaya mengantarkan surat itu ke PSSI. Surat dukungan untuk Bang Erick sebagai Ketum PSSI, sekaligus surat kesediaan saya untuk menjadi anggota exco.

Teman-teman semua. Dalam setiap diskusi tentang hal tersebut, saya selalu menanyakan ini: Kalau saya nantinya maju sebagai exco, apakah saya akan bisa bermanfaat beneran? Apakah saya benar-benar bisa berguna? Apalagi saya mengingatkan mereka semua, kalau saya ini ada idealisnya. Kalau exco-nya hanya sekadar punya jabatan, lalu buat apa jadi exco?

Mereka yang ingin saya maju, tentu menjawab kalau saya akan bisa sangat berguna untuk PSSI dan sepak bola Indonesia. Dan saya menyerahkan surat tersebut dengan harapan saya akan benar-benar bisa berguna.

Teman-teman semua, perlu diingat bahwa saya tetap belum tentu akan terpilih jadi anggota exco. Dan ketika saya terpilih pun, saya hanyalah satu dari sekian orang yang bisa membawa perubahan itu. Itulah pentingnya percakapan dengan Bang Erick tersebut. Bahwa harus ada sebanyak mungkin orang yang menginginkan perubahan terlibat di PSSI.

Orang-orang baru ini harus sangat open minded, harus bisa saling berdiskusi dan berdebat dengan cara sehat, demi tujuan yang sebenarnya sama. Harus tahan segala komen dan cibiran. Segala perubahan dan tujuan baik belum tentu bisa langsung dipahami oleh masyarakat. Kadang harus siap dimusuhi dulu. Saya tak pernah pusing soal itu. Sudah merasakannya sendiri lima tahun terakhir. Juga sudah merasakannya ketika duluuuu kali pertama memulai DBL.

Orang-orang baru ini juga harus selalu menginjak bumi. Harus selalu sadar, bahwa kelak segala yang kita upayakan ini juga belum tentu berhasil.

Tapi perubahan ini harus terjadi. Momennya tidak mungkin lebih besar lagi. Momen ini benar-benar tidak boleh disia-siakan. "Demi Sepak Bola Indonesia" tidak boleh hanya sekadar ucapan kosong... (azrul ananda)

Comments (102)

Catatan Rabuan

Bismillah Era Liga Baru

Sekarang waktunya untuk bicara. Soal sepak bola kita. Soal liga kita. Sekarang adalah momen untuk semua menjadi lebih me...

Emergency (Bola) Nasional

Terjadilah surat keputusan malam Minggu, 30 Maret 2024. Liga 1 dihentikan sementara untuk tim nasional U23 bersiap dan b...

Obrigado Ayrton Senna, 25 Tahun Kemudian

Tepat 1 Mei, 25 tahun lalu, salah satu peristiwa terbesar dalam hidup saya terjadi. Peristiwa yang sampai hari ini masih...

15 Tahun Tetap Tanpa Ujung

Tulisan ini seharusnya sudah keluar beberapa hari lalu. Karena pada 4 Juli lalu, ada ulang tahun yang sangat penting. Te...