Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Sincerely.
Lebaran tahun ini jatuh pada 2 Mei. Satu hari setelah salah satu hari paling penting buat saya. Pada 1 Mei 1994, sebuah momen penting terjadi, ikut membentuk hidup saya sampai sekarang.
Pada hari itu, sosok idola saya meninggal dunia. Ayrton Senna da Silva tiada setelah mengalami kecelakaan di tikungan cepat Tamburello, di Sirkuit Imola. Ketika itu dia sedang memimpin lomba. Setir mobil Williams-Renault FW16-nya patah. Seharusnya membelok ke kiri, mobilnya malah membelok patah ke kanan dan menghantam dinding pengaman dengan kecepatan di atas 300 km/jam.
Cerita mengapa momen itu penting, dan mengapa Senna adalah idola saya, sedikit banyak saya singgung pada Mainbalap Podcast Show saya bersama Dewo Pratomo di channel YouTube Mainbalap, edisi 2 Mei.
Kenapa cerita tewasnya Senna ini agak relevan dengan Lebaran kita? Karena dua hari sebelum kejadian itu, ada momen penting yang begitu menghenyakkan banyak orang. Bagaimana Senna menyampaikan pernyataan "damai"-nya secara publik, bisa didengar jutaan pemirsa dunia, kepada seorang Alain Prost.
Bagi yang tidak mengikuti sejarah Formula 1, Alain Prost adalah "musuh utama" Ayrton Senna. Keduanya bersaing begitu keras, begitu sengit, hingga mencapai level saling membahayakan. Dalam berebut juara dunia, beberapa kali keduanya saling menyenggol, berujung kecelakaan. Baik saat menjadi rekan satu tim di McLaren-Honda (1988-1989), maupun saat pisah tim setelahnya.
Saking "benci"-nya, keduanya tidak segan saling menyudutkan secara publik. Bermain "politik" dengan federasi balap mobil dunia untuk saling menjegal. Bahkan saling menjegal dalam upaya berpindah tim.
Rivalitas paling "kejam" dalam sejarah F1 itu sebenarnya sudah berakhir di penghujung musim 1993. Ayrton Senna merebut kemenangan di seri penutup, Grand Prix Australia di Adelaide. Kemenangan terakhirnya bersama McLaren, yang kemudian juga menjadi kemenangan terakhir dalam hidupnya.
Finis kedua hari itu: Alain Prost, yang sebelumnya telah mengunci gelar juara dunia 1993 (gelar keempatnya) bersama Williams-Renault.
Itu adalah balapan terakhir Prost. Pembalap Prancis itu pensiun di akhir musim. Untuk 1994, kursinya di Williams akan digantikan oleh Senna. Sebenarnya, Senna sudah ingin gabung di Williams sejak 1993 itu, tapi keinginan itu "diveto" oleh Prost. Masuk akal, Prost tidak ingin satu tim lagi dengan Senna.
Mengingat itu adalah balapan terakhir Prost, Senna mungkin sudah tidak merasa perlu lagi bersaing dengannya. Saat upacara podium, Senna menyalami tangan Prost, lalu menariknya ikut bergabung di panggung tertinggi.
Sebuah kehangatan terjadi. Kontras dengan sikap keduanya selama beberapa tahun sebelum itu.
Fast forward ke Imola 1994. Saat babak latihan Grand Prix San Marino itu. Senna mengemudikan mobilnya sambil berbicara di radio, memberi panduan kecepatan dan tikungan sirkuit untuk pemirsa televisi. Sebelum memulai lap panduan, Senna mengucapkan sesuatu yang menghenyakkan itu secara live dari dalam mobil: "Saya ingin menyampaikan ucapan hello khusus untuk teman baik saya Alain. We all miss you Alain (Kami merindukanmu Alain)..."
Tentu saja ucapan itu jadi bahan pembahasan media. Stasiun TF1 Prancis mewawancarai Alain Prost tidak lama setelahnya. "Live dari Imola, bersama kami sekarang adalah Alain Prost. Alain, pesan dari Ayrton untukmu itu indah bukan?" begitu tanya sang reporter.
Jawaban Prost: "Ya, itu nice. Sama sekali tidak disangka. Kami telah saling mengucapkan halo, bersalaman tangan. Seperti yang pernah saya sampaikan di akhir musim lalu (1993), ketika kami sudah tidak lagi jadi rival di lintasan, tidak ada alasan untuk tidak menjalin hubungan baik. Bahkan mungkin jadi teman di masa depan. Kita tak pernah tahu."
Waktu itu, memang tidak ada yang akan tahu. Bahwa keduanya tak pernah benar-benar jadi teman. Senna meninggal dua hari kemudian. Ucapan live tersebut adalah pesan terakhirnya, pesan perdamaiannya untuk Alain Prost.
Keduanya telah saling memaafkan. Keduanya telah melepaskan diri dari segala "kekejaman" persaingan. Prost bisa terus menjalani hidup, mengetahui dirinya sudah tidak ada lagi dendam-dendaman dengan Senna.
Dan Senna, dia telah meninggalkan dunia ini tanpa ada ketegangan apa-apa dengan rival utama dalam hidupnya.
Senna dikenal sebagai sosok yang religius. Dia memang tidak merayakan Lebaran, tapi dalam hidupnya yang berakhir di usia 34 tahun, Senna bukan hanya memberi hiburan dan kebahagiaan bagi penggemarnya di seluruh dunia. Hanya dua hari sebelum meninggalkan dunia, dia juga mengajarkan indahnya bermaaf-maafan...
Ayrton Senna memang lebih dari sekadar pembalap. Saya yakin, ucapan ini mewakili seluruh penggemar lama Formula 1, yang sempat mengenali kiprah seorang Ayrton Senna: "We all miss you Ayrton." (azrul ananda)