Azrul Ananda bertemu George Lucas di Circuit of the Americas (COTA), saat berlangsung balapan Formula 1 GP Amerika Serikat di Austin, Texas, November 2012.
Setelah sekian lama memikirkan, dan tidak memikirkan. Setelah sekian lama mencoba memahami, mencoba memaklumi. Tahun ini saya membuat keputusan pribadi besar: Saya menegaskan bahwa saya bukan lagi penggemar Star Wars.
Beberapa alasannya: Arah tujuan yang tidak jelas mau ke mana, serta perlakuan tidak asyik terhadap karakter-karakter asli yang begitu saya gemari. Plus, tanpa bermaksud anti-perempuan, Star Wars kok tiba-tiba jadi perempuan banget (saya jelaskan nanti).
Bagi yang kenal saya, mungkin tidak perlu dijelaskan bahwa saya pernah jadi fans berat Star Wars. Sebuah kisah "luar angkasa" yang begitu menginspirasi sejak saya kecil. Menyampaikan bagaimana imajinasi itu tidak ada batasnya. Bahwa "perang" kebaikan melawan kejahatan ada di mana-mana, bahwa yang baik harus berjuang keras untuk memastikan kemenangan.
Ketika saya lepas remaja, Star Wars terasa makin bermakna. Saya jadi makin paham bagaimana, kisah ciptaan George Lucas itu memiliki elemen-elemen filosofi (dan religi) yang kuat. Terinspirasi dari filosofi dan agama dari berbagai penjuru dunia.
Ada barisan kebaikan Jedi. Seperti Pandawa.
Ada barisan kejahatan Sith. Seperti Kurawa.
Ada punakawan-punakawannya. Kebanyakan berbentuk droid (robot).
Ada keinginan untuk menguasai galaksi (lebih dari dunia), diawali dari "Trade Federation" (Persatuan Dagang) yang kemudian berlanjut menjadi Kekaisaran. Menggunakan kekuasaan Sith dan kemudian ditunggangi oleh Sith. Baik lewat jalur kekerasan maupun jalur politik (pura-pura baik ternyata yang paling jahat).
Ah, Star Wars adalah "dunia nyata."
Kita diajak mengikuti segala perjalanan itu lewat sebuah trah keluarga. Yaitu Skywalker. Anakin adalah anak yang lahir dari seorang ibu tanpa ayah. Ditemukan memiliki bakat kekuatan alam (The Force), diprediksi bakal jadi "Dia yang menjadi penyeimbang."
Dibimbing menjadi Jedi, ternyata Anakin tergoda untuk bergabung dengan Sith. Pendorong terakhirnya adalah kesedihan ketika cintanya, Ratu Amidala, meninggal dunia. Menjadi Darth Vader, komandan perang untuk mengukuhkan kekuatan kekaisaran (Kaisar Palpatine).
Yang Anakin/Vader tidak tahu, Amidala meninggal setelah melahirkan anak kembar. Luke dan Leia. Yang laki-laki disembunyikan, dengan keluarga jauh di Tatooine, diawasi/dijaga oleh seorang Jedi tua bernama Obi Wan Kenobi. yang perempuan dititipkan keluarga bangsawan jadi Princess Leia.
Di akhir trilogi orisinal (atau trilogi kedua berdasarkan kronologi cerita), Luke berhasil menyadarkan ayahnya, yang kemudian membantu "membunuh" Palpatine. Galaksi pun jadi damai kembali. Vader kembali jadi Anakin sebelum meninggal. Memenuhi ramalan bahwa dialah penyeimbang alam, penyeimbang antara baik dan jahat.
Cerita berakhir. Jutaan orang di dunia begitu cinta kisah modern ini, yang sebenarnya banyak terinspirasi cerita religi, cerita budaya, dari berbagai penjuru dunia sejak lama.
Termasuk saya. Ketika akan punya anak ketiga, saya sudah siap-siap. Kalau laki-laki, namanya Anakin. Ternyata perempuan. Sehingga namanya jadi "Andretti Amidala Ananda." Seorang sahabat saya di Amerika juga menamai putra pertamanya "Luke."
Hingga kemudian pencipta Star Wars, George Lucas, menjual hak ciptanya ke Disney pada 2012. Sebesar USD 4 miliar. Kabarnya, Lucas telah menyampaikan blue print kelanjutan Star Wars, kisah-kisah "samping," dan segala pernak-pernik yang dia anggap akan melanjutkan perkembangan Star Wars.
Sekarang, satu dekade lebih kemudian, semua itu tidak dipakai Disney. Apakah outline yang disiapkan Lucas itu bakal hebat? Tidak akan pernah ada yang tahu. Tapi, sekarang semua tahu, yang dilakukan Disney telah mengecewakan begitu banyak penggemar. Bahkan mungkin mayoritas penggemar.
Setelah mengakuisisi Star Wars (nama perusahaannya Lucas Film), Disney menunjuk Kathleen Kennedy sebagai bosnya. Awalnya ini dianggap baik. Sebuah nama besar, Kennedy merupakan salah satu produser terbesar dalam sejarah Hollywood. Paling di-endorse oleh mereka yang top, termasuk Steven Spielberg.
Kennedy lantas mempercayakan properti mahal ini ke tangan sutradara yang sedang populer, JJ Abrams. Untuk membuatkan trilogi baru kelanjutan dari perjalanan trah Skywalker.
Strategi Kennedy jelas: Pilih sutradara-sutradara yang sedang hot, memberi mereka kebebasan untuk saling melanjutkan cerita. Abrams mengerjakan Episode VII, Rian Johnson (yang ngehit lewat film kompleks Looper) menggarap Episode VIII, dan Colin Trevorrow (Jurassic World) menuntaskannya di Episode IX.
Kathleen Kennedy.
Cilakanya, ternyata tidak ada blue print cerita. Semua dibiarkan "mengarang bebas." Episode VII, The Force Awakens, berawal gemilang. Menjadi salah satu film terlaris dalam sejarah. Menawarkan cerita yang ringan, penuh aksi seru, dan adegan-adegan yang membawa penggemar bernostalgia dengan trilogi-trilogi lama.
Ceritanya sekitar 30 tahun dari episode sebelumnya. Tokoh utamanya perempuan, Rey. Tidak jelas Rey ini anak siapa. Kita hanya tahu dia dibuang (atau dijauhkan dari seseorang?). Sampai akhir film kita tidak tahu dia siapa.
Kita bertemu lagi dengan Leia, yang kembali jadi pemimpin pergerakan, karena sekarang ada kekuatan kejahatan baru di galaksi. Dia sudah berpisah dengan Han Solo, dan punya anak bernama Kylo Ren bersama Solo. Ternyata, anak ini seperti kakeknya (Anakin). Mudah tergoda ke sisi jahat, bergabung dengan kekuatan jahat. Solo meninggal di film ini.
Luke Skywalker baru muncul di akhir cerita, menyambut kedatangan Rey di sebuah planet terpencil. Tidak bicara sepatah pun kata sebelum film berakhir.
Wah! Seru! Apakah Rey itu anak Luke? Tak sabar menunggu karya Rian Johnson, The Last Jedi, yang dirilis pada 2017.
Ternyata, film itu "lebih gelap." Masih bukan masalah, seri kedua di setiap trilogi selalu "lebih gelap." Ternyata, Luke bukanlah orang tua Rey. Banyak kecewa, tapi banyak menunggu, siapa Rey ini sebenarnya. The Last Jedi mengeksplorasi interaksi antara Rey dan Kylo Ren, interaksi antara dua masa depan kekuatan baik dan jahat. Dan terus mempertanyakan, apakah Kylo Ren akan seperti kakeknya, bisa kembali ke sisi baik menjadi penyeimbang.
Luke meninggal di akhir film, setelah tampil menakjubkan menunjukkan ilmu Jedi-nya yang di luar dugaan.
Dan soal Rey, ada kesan bahwa Rey ini nantinya bukanlah anak siapa-siapa. Untuk menunjukkan kepada semua, bahwa bakat kekuatan tidak harus datang dari trah tertentu. Siapa pun kita, dari mana pun kita berasal, punya potensi untuk menjadi sesuatu yang luar biasa. Ditegaskan lewat ending-nya, di mana seorang anak kecil pekerja yang "bukan siapa-siapa" ternyata punya bakat jadi Jedi.
Secara umum, ini film yang saya suka. Walau ceritanya berbelok ke arah yang mungkin menyulitkan kelanjutannya. Fans sendiri terpecah belah. Ada yang cinta, ada yang benci.
Rupanya, Disney "panik." Kennedy lantas berubah haluan drastis. Membatalkan cerita dari Trevorrow sebagai kelanjutannya. Kembali minta tolong Abrams untuk mengembalikan episode terakhir ke arah yang --diduga-- diharapkan. Apesnya, aktris pemeran Leia (Carrie Fisher) meninggal sebelum syuting selesai. Membuat proses makin kompleks.
Hasilnya? Disney bukannya mengoreksi jalan cerita. Disney dianggap melakukan overcorrection yang justru membuat fans makin kecewa.
Tiba-tiba saja, di The Rise of Skywalker, Rey adalah keturunan dari Palpatine. Yang ternyata belum mati! Di akhir cerita, Kylo Ren jadi seperti kakeknya, membantu mengembalikan kebaikan ke puncak. Rey lantas menolak menggunakan nama Palpatine. Di akhir film, dia memproklamasikan dirinya sebagai "Rey Skywalker."
Film ini semakin terpuruk. Penghasilan box office-nya jauh di bawah The Last Jedi. Apalagi The Force Awakens. Padahal ini seharusnya film puncaknya. Penggemar tidak benci Rey. Tapi penggemar murni tetap menyebutnya sebagai "Ray Palpatine." Karena memang bukan anak keturunan dari Skywalker!
Setelah film itu keluar pada 2019, Disney langsung menahan segala proyek film Star Wars baru. Tidak ingin "merusak" brand itu lebih dalam lagi. Menunggu situasi "mendingin" sebelum bikin plan baru.
Proyek-proyek cerita lain Star Wars yang sudah menunjuk sutradara "ngehit" dibatalkan. Berpikir ulang lagi, habis ini mau bikin cerita seperti apa untuk mengembalikan kejayaan brand, dan menyenangkan kembali penggemar berat lama.
Tapi, Kennedy seperti terus salah langkah. Serial Mandalorian di Disney+ awalnya disambut dahsyat. Mengambil kisah sederhana di ujung galaksi, memperkenalkan karakter baru yang populer. Khususnya Baby Yoda alias Grogu. Musim kedua lantas dibuat, dengan klimaks yang keren, Grogu dijemput oleh Luke Skywalker muda!
Lah, malah dibuat musim ketiganya tahun ini. Grogu balik lagi, kemudian cerita diekspansi dengan harapan menjadi platform lonjakan untuk mengembangkan lagi Star Wars. Fans pun kembali kecewa. Rating penonton musim ketiga Mandalorian payah sekali.
Serial Obi Wan Kenobi dimunculkan tahun lalu, dengan harapan memuaskan lagi penggemar lama. Ewan McGregor kembali tampil. Begitu pula Hayden Christensen sebagai Anakin/Darth Vader.
Eh, bukannya bikin happy, justru bikin penggemar lama makin marah! Sosok Obi Wan merupakan salah satu sosok "sakral." Yang seharusnya ditampilkan di layar lebar dengan film yang selayaknya. Ketika ditampilkan di layar kecil, format serial dengan budget televisi, hasilnya kelihatan "murah."
Ditambah lagi, ternyata ceritanya menampilkan Princess Leia kecil. Satu lagi sosok sakral ditampilkan bak film Home Alone. Penggemar lama marahnya bertambah lagi.
Setelah beberapa salah langkah ini, fans jadi punya ketidaksukaan baru pada kepemimpinan Kennedy di Lucas Film. Kenapa kok Star Wars jadi penuh dengan pesan sosial untuk perempuan?
Ketika Rey jadi sosok sentral, no problem. Tapi kemudian di setiap serial atau karya baru selalu memaksakan munculnya jagoan perempuan.
Banyak penggemar Star Wars pun harus bicara. Mereka bukannya anti-perempuan jadi pahlawan. Tapi jangan gunakan Star Wars menjadi penuh dengan agenda-agenda propaganda untuk selalu mengedepankan perempuan!
Obi-Wan Kenobi (diperankan Ewan McGregor) and Princess Leia Organa (Vivien Lyra Blair) di salah satu adegan Obi Wan Kenobi.
Perayaan Star Wars Celebration pekan lalu semakin "memanasi" lagi penggemar yang kecewa ini. Serial yang akan didorong setelah ini adalah tentang Ahsoka, seorang Jedi perempuan. Kemudian, film layar lebar berikutnya akan kembali melanjutkan kisah Rey, 15 tahun setelah The Rise of Skywalker.
Teriakan "Kennedy Out" makin kencang.
Dan harus bisa ditekankan, ini bukan anti-perempuan. Mohon izin saya termasuk di kubu yang kecewa ini. Star Wars adalah tentang menginspirasi orang, khususnya anak-anak, untuk berimajinasi secara luas. Bahwa jagad raya ini tidak ada batasannya. Namun, kebaikan harus selalu dijaga dan dirawat, walau kebaikan itu tidak akan pernah abadi, harus selalu menghadapi cobaan-cobaan secara berkala. Laki atau perempuan tidak relevan.
Star Wars belakangan (dan mungkin ke depan), seolah sudah tidak lagi mengedepankan landasan cerita tersebut. Seolah-olah --dan sudah dianggap-- jadi kendaraan aktivis perempuan.
Problem ini bahkan tidak hanya terjadi di Star Wars. Disney seolah-olah menaruh agenda sama di properti-propertinya yang lain. Seperti Marvel Cinematic Universe (MCU). Sadarkah Anda, kalau setelah Endgame, hampir semua film atau serial Marvel mengedepankan perempuan? Sampai-sampai MCU sekarang dijuluki "M-She-U."
Kathleen Kennedy (dua dari kanan) ketika tampil di sebuah kampanye "The Force is Female".
Kabarnya, masalah ini sudah menjadi "keributan" internal di para petinggi Disney. Termasuk menghasilkan keramaian dalam rapat pemegang saham baru-baru ini. Para pemegang saham itu sendiri belakangan juga baru memecat CEO Bob Chapek, menaruh kembali Bob Iger sebagai petinggi utama. Tapi pergerakan Disney ini juga belum jelas tegas, apakah dari Chapek atau Iger sendiri!
Entah bagaimana Disney bakal mengubah perencanaan masa depannya setelah ini. Akan sangat menarik untuk disimak, mengingat mereka adalah perusahaan entertainment terbesar dunia. Dan "agama utama" perusahaan seperti ini adalah uang. Arah mereka belakangan telah menghasilkan penurunan pemasukan, bahkan mengancam potensi penghasilan masa depan. Jadi pasti akan ada koreksi perencanaan.
Saya jadi ingat belasan tahun lalu, ketika Disney kali pertama mengakuisisi Marvel. Waktu itu Steve Jobs, pendiri Apple, masih hidup. Jobs waktu itu adalah pengendali utama Disney di balik layar. Dan dia pernah bilang: Disney itu identik dengan Princess-Princess, terlalu untuk anak perempuan. Karena itu, Disney harus mengambil Marvel, supaya punya cerita dan potensi pemasukan dari anak laki-laki. Supaya seimbang. Star Wars sendiri membuka ruang pengembangan baru yang tidak punya batasan seperti luar angkasa.
Nah, ketika sekarang Disney-nya tetap perempuan, tapi lantas Marvel-nya jadi fokus ke perempuan (plus Star Wars ikut-ikutan), maka muncullah ketidakseimbangan baru.
Yang saya tunggu, dan ditunggu oleh banyak penggemar berat Star Wars khususnya: Siapa yang akan jadi penyeimbang baru itu? (azrul ananda)