Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Orang yang satu ini, mengutip rapper Ice T, adalah "original-nya original." Sekarang sudah berusia 80 tahun, masih sehat dan superaktif. Bahkan, saat usia 79 tahun (tahun lalu) masih mengemudikan mobil melaju di atas 300 km/jam. Sambil membawa penumpang!

Generasi sekarang mungkin tidak terlalu kenal dia. Tapi selama puluhan tahun, namanya identik dengan kecepatan. Saking identiknya, lagu pop, lagu country, serta hip hop menyebut nama lengkapnya.

Seperti lagunya Amy Grant pada 1992, Good For Me.

Hingga lagunya Gwen Stefani pada 2004, Crash.

Belum lagi Beastie Boys, DJ Khaled, Alan Jackson, dll.

Astronot membawa mainan mobilnya untuk dibawa ke luar angkasa.

Donald Trump, sebelum jadi presiden, menampilkannya di acara Celebrity Apprentice. Minta tumpangan dia --naik mobil balap-- supaya tidak ketinggalan acara.

Pada 1994, namanya dipakai untuk salah satu video game balap pertama dari Sega. Bahkan film animasi Cars menampilkannya sebagai karakter mobil (dan menggunakan suara aslinya).


Gameplay Mario Andretti Racing yang pernah hadir di SEGA (YouTube).


Karakter Andretti di film Cars (Fandom)

Dia adalah Mario Andretti. Satu-satunya orang di dunia yang pernah jadi juara dunia Formula 1, jadi juara IndyCar dan Indianapolis 500, lalu naik mobil NASCAR dan menang balapan Daytona 500.

Sepanjang karirnya, antara 1959 hingga 2000, Andretti telah memenangi total 111 lomba! Pria yang lahir pada 1940 itu masih bisa naik ke puncak podium di usia 60 tahun!

Bagi pembaca yang familiar dengan keluarga saya, nama "Andretti" mungkin sering terdengar. Sebagai salah satu pengagum, anak ketiga saya memang saya namai Andretti. Lengkapnya Andretti Amidala Ananda.

Putri bungsu saya itu lahir pada 2011. Pada 2012, saya akhirnya bisa bertemu langsung dengan Mario Andretti, saat di Amerika. Dan saya sempat menyampaikan ke dia, bahwa nama anak saya adalah "Andretti."

Bagi saya, Andretti adalah simbol siapa saja bisa mencapai apa saja, di mana saja.

Dengan segala pencapaiannya, tak heran bila dia disebut sebagai "original-nya original." Bahkan Michael Schumacher dan Lewis Hamilton tidak seperti dia. Bisa naik mobil apa saja, di sirkuit model apa saja, dan meraih kemenangan.

Dan begitu panjang umur. Ingat, dia menjalani balapan di era paling mengerikan. Di saat persentase kemungkinan mati karena kecelakaan mencapai 20 persen. Era di mana pembalap adalah gladiator. Saat fitur keselamatan masih jauh dari sekarang. Saat helm masih open face. Gigi patah, wajah terbakar, adalah sesuatu yang "biasa."

Dalam sebuah wawancara mengenang masa-masa berbahaya itu, Andretti bilang mentalitas zaman itu memang beda. Para pembalap sudah menerima kenyataan bahwa umurnya bisa berakhir kapan saja.

"Saat pertemuan para pembalap (di awal tahun), kami selalu melihat sekeliling. Kami selalu berpikir, siapa di antara kita tidak akan ada di sini pada akhir musim. Kita sudah tahu pasti, beberapa di antara kita tidak akan ada lagi," ucapnya.

Bukti konkretnya adalah di Grand Prix Italia, 11 September 1978. Pada lomba itu, Mario Andretti --di usia 38 tahun-- mengunci gelar juara dunia Formula 1. Namun dia tidak bisa merayakannya bersama Team Lotus. Karena pada balapan yang sama, rekan setimnya, Ronnie Peterson, meninggal dunia karena kecelakaan mengerikan saat start.

Dia terbakar di dalam mobil.


Mario Andretti saat menuju juara dunia 1978 bersama Team Lotus (pinimg)

Saking panjangnya karir Andretti, dia sempat bertahun-tahun balapan bersama --atau melawan-- anaknya sendiri, Michael Andretti. Salah satu cerita paling terkenal di Amerika adalah sebuah lomba IndyCar di Portland tahun 1986. Michael Andretti mendominasi lomba, namun mesinnya mulai ngadat di tikungan terakhir dan berlanjut hingga trek lurus menuju finis.

Mario mengejarnya, lalu finis bersebelahan. Mario menang karena hidungnya menyentuh garis finis beberapa cm lebih dulu. Foto lomba itu begitu epic, karena ayah dan anak saling melihat satu sama lain saat melewati garis finis.

Sang ayah menang. Dan hari itu adalah pas perayaan Father's Day alias Hari Ayah di Amerika!

Secara resmi, sebenarnya Mario Andretti gantung helm pada 1994. Namun, setelah itu dia masih mengikuti beberapa lomba secara sporadis. Balapan resmi terakhirnya adalah 2000.

Namun, dia sempat hampir untuk turun lagi pada Indianapolis 500 tahun 2003, di usia 63 tahun. Anaknya, Michael, punya tim di lomba paling bergengsi itu. Pembalap utama mereka, Tony Kanaan, cedera lengan. Michael pun bertanya, apakah Mario mau jadi pengganti. Mario bersedia, asal ada waktu untuk latihan sebelumnya.

Waktu latihan itu ada. Dan Mario spektakuler. Dia mampu mengelilingi lintasan "kotak" itu dengan kecepatan rata-rata di atas 362 km/jam! Pada jam terakhir latihan, Mario berniat menjadi yang tercepat. Pada menit-menit akhir, dia pun tancap gas.

Tidak jauh di depannya, seorang pembalap lain mengalami kecelakaan. Mengakibatkan serpihan dinding pengaman terlontar ke tengah lintasan. Mario tak sempat menghindari. Kata Mario, mobilnya berubah dari lengket ke aspal menjadi sebuah pesawat F-16. Meroket ke udara dengan kecepatan di atas 350 km/jam.

Mobil itu salto beberapa kali, menghantam pagar kawat tinggi pelindung tribun, sebelum beruntung "mendarat" posisi kokpit di atas.

Mario Andretti "hanya" mengalami luka ringan di bibir. Tapi, dia ingat betul dan selalu sadar selama proses "terbang" tersebut. Menurut Mario, ketika kali pertama takeoff, dia merasa "Aduh, saya akan bertemu dengan Sang Pencipta."

Ternyata belum. Namun, dia merasa itu sebagai pertanda. Keesokan harinya, dia bilang ke Michael bahwa sudah waktunya dia berhenti balapan.

"Mungkin itu cara yang baik bagi Ayah untuk mendapatkan penutup dari segala hal. Setelah bangun tidur keesokan harinya, dia bilang ke saya kalau itu adalah sebuah pertanda," cerita Michael, yang pada 1993 pernah jadi rekan setim Ayrton Senna di McLaren Formula 1.

Tentu saja, Mario Andretti tidak diam begitu saja. Dia terus aktif di arena balap. Mendukung Michael dan sekarang cucunya, Marco.

Pada 2020 ini, dia berusia 80 tahun. Dan dia masih sangat aktif datang di arena balap, bahkan masih diminta mengemudikan mobil balap untuk kebutuhan promosi atau demonstrasi. Contohnya ya hingga 2019 lalu, mengemudikan sejumlah selebriti naik mobil IndyCar two seater (dua tempat duduk). Mengajak orang-orang seperti Lady Gaga, MC Hammer, Jay Leno, dan lain-lain melaju di atas 300 km/jam!

Sebuah dokumenter, Drive Like Andretti, dirilis NBC pada 2019 pula. Meraih nominasi penghargaan Emmy (paling bergengsi untuk acara televisi).

Menariknya, dokumenter itu tidak mengisahkan karir balapnya. Melainkan kisah hidupnya. Saya "memaksa" istri saya menontonnya, supaya dia paham siapa itu Andretti kok sampai anak sendiri dinamai Andretti.

Karena Mario Andretti memang sukses dari bukan siapa-siapa. Keluarganya terusir dari Montona, Italia (sekarang bagian dari Kroasia) karena Perang Dunia II. Mario --dan kembarannya Aldo-- menghabiskan masa kecil di kamp pengungsian di Lucca. Seluruh tanah keluarga dirampas saat perang. Di kamp itu, mereka harus tinggal beberapa tahun di sebuah ruangan bersama tujuh keluarga lain.

Pada usia 14 tahun, mereka sekeluarga naik kapal ke Amerika. Tiba di New York, lalu menetap di sebuah kota kecil bernama Nazareth, di negara bagian Pennsylvania.

Andretti besar di sana. Istrinya, Dee Ann, asli sana. Bahkan, sang istri yang mengajarinya bahasa Inggris. Karena Nazareth dulu punya sirkuit balap, Andretti pun menitis karir di sana.

Sampai hari ini, keluarga Andretti masih tinggal di Nazareth, yang berpenduduk "hanya" 5.000-an orang. Mereka punya perkebunan anggur di Napa Valley, California, tapi memilih tetap tinggal di Nazareth. Kalau Anda penggemar wine, dan sempat ke kawasan Napa Valley (dekat San Francisco), silakan mampir ke Andretti Winery.

Walau superstar dunia, Andretti memang "aneh" sendiri. Jauh dari image glamor dan playboy pembalap zaman itu (dan sampai sekarang).

Dee Ann meninggal dunia pada 2018 lalu. Mereka telah menikah selama 56 tahun. Sebuah pencapaian yang sama langkanya dengan panjang karir Mario Andretti.

Melihat cerita Andretti, dan melihat bagaimana orang ini saat berbicara, istri saya langsung berkomentar unik. "Andretti orangnya adem," katanya.

Yap, memang adem. Damai, tenang.

Mungkin, Mario Andretti inilah hidup ideal yang diharapkan semua orang. Panjang umur, sehat, sukses, keluarga bahagia.

Ketika ditanya apa resep panjang umur? Mario menceritakan ayahnya, yang hidup hingga usia 90 tahun. "Setiap pagi, dia selalu minum espresso, lalu menambahkan sedikit Grappa. Grappino," pungkasnya lantas tersenyum.(azrul ananda)

Comments (20)

Catatan Rabuan

Mental Champion Hamilton

Sebagai penggemar Formula 1, saya benar-benar bahagia dengan dua lomba pertama musim 2021. Sejauh ini berlangsung sesuai...

Schumacher Netflix

Sebagai penggemar Formula 1 (kelas berat), setiap konten baru tentang ajang balap termewah dunia itu harus saya lahap. P...

Welcome To Happy Wednesday 2.0

Sudah lebih dari setahun saya tidak menulis Happy Wednesday, sebuah kolom hari Rabu di mana saya bisa menulis sesuka hat...

20 Tahun Cinta Namie Amuro

Entah ini tulisan sudah terlambat 20 tahun, atau mungkin hanya terlambat setengah tahun. Yang jelas ini dekat dengan mom...