Lupakan trauma. Tuntaskan yang belum tuntas. Tahun ini, tepatnya awal Juni nanti, saya dan beberapa sahabat akan kembali ke Kansas, Amerika Serikat. Kami akan kembali mengikuti event balap sepeda gravel paling kondang di dunia: Unbound Gravel.
Dan tahun ini, saya dan teman-teman punya misi ekstra. Bukan sekadar ikutan untuk cari tantangan, apalagi cari sensasi. Kami ke sana untuk mengedepankan merek-merek Indonesia di event yang diikuti 4.000 orang dari berbagai penjuru dunia tersebut.
Saya akan berangkat lagi dengan John Boemihardjo, "monster" gowes Indonesia sekaligus partner saya di merek sepeda Wdnsdy (baca: Wednesday). Ikut pula "monster" gowes Indonesia lain, sahabat saya dari Jakarta, Edo Bawono. Dia adalah CEO dari Strive, merek produk nutrisi olahraga Indonesia yang kini semakin populer di tanah air.
John dan Edo sama-sama termasuk terkuat di kelompok umur kami di Indonesia sekarang (40-45). Berkali-kali juara event gowes, kenyang pengalaman event internasional. John, Edo, dan saya akan menggunakan sepeda prototype terbaru dari Wdnsdy. Sepeda karbon yang sudah kami kembangkan setahun terakhir.
Edo Bawono latihan untuk persiapan mengikuti Unbound Gravel 2022.
Tidak ketinggalan, dua direktur dari SUB Jersey, yang sekarang mungkin adalah merek jersey lokal terpopuler di Indonesia. Bahkan sudah ekspor ke Jepang dan Korea. Di sini ikut serta Bagus Ramadhani, mantan drummer TIC Band yang kini CEO SUB Jersey. Juga Amdani Ocha, direktur research and development SUB Jersey.
Lalu akan ikut pula istri saya, Ivo Ananda, yang kini aktif mengembangkan merek apparel AZA. Plus sahabat gowes kami Dietmar Dutilleux. Dia casing-nya bule, karena memang lahir dan besar di Belgia. Tapi dia sudah puluhan tahun tinggal di Indonesia, menikah dengan orang Indonesia, berkeluarga di Indonesia, dan mendaftarkan diri sebagai orang Indonesia di Kansas nanti.
Tentu saja, ada juga Johnny Ray. Sahabat sekaligus partner podcast saya di Mainsepeda. Cyclist kocak yang sekarang juga pengendali brand Indobidon, merek botol minum sepeda buatan Indonesia. Cerita perjuangan Johnny Ray bakal jadi yang paling ditunggu oleh subscriber podcast kami.
Sekali lagi, kami akan hadir di Kansas menggunakan produk-produk karya kami sendiri. Produk-produk yang kami rancang murni karena hobi dan passion. Karena kami begitu cinta hobi sepeda, dan ingin mengembangkan produk-produk terkait karena gatal dengan realita: Kenapa kok semuanya harus asing dan asing.
Sepeda, apparel, dan nutrisi brand Indonesia!
Berbagai latihan kami lakukan sebagai persiapan mengikuti Unbound Gravel tahun ini, termasuk di medan gravel di sekitar Lapindo.
Rencananya, pada 4 Juni nanti, kelompok kami akan terbagi dua. John, Edo, saya, dan Johnny Ray akan ikut kelas 200 mil. Presisinya 206 mil alias 331 kilometer. Harus tuntas dalam waktu 21 jam.
Tahun lalu, John jadi orang Indonesia pertama yang finis kategori paling disoroti ini. Sempat mengalami kendala kehabisan suplai, John akhirnya finis dalam waktu 16 jam. Hanya satu jam setelah matahari terbenam di Kota Emporia. Tahun ini, John ingin finis di bawah 15 jam, mendapatkan penghargaan "Beat the Sun" alias mengalahkan matahari.
Edo Bawono masih virgin di gravel. Tapi dia pernah jadi orang Indonesia pertama yang lolos hingga kejuaraan dunia amatir UCI. Waktu itu juga naik sepeda Wdnsdy. Strateginya, Edo dan John akan bekerja sama sepanjang rute.
Saya? Tahun lalu saya kehabisan suplai menjelang km 200, lalu sudah tidak bisa lanjut lagi di emergency water station, km 202. Murni kesalahan saya sendiri, meremehkan kebutuhan suplai. Di Unbound Gravel, memang tidak boleh ada support di jalan. Kita harus prepare dan bawa sendiri semuanya.
Tahun ini saya hanya ingin finis. Sejak kami mendapatkan konfirmasi pendaftaran Januari 2022 lalu, saya langsung melakukan persiapan tambahan. Termasuk menemui dokter internis, membereskan problem pencernaan yang kerap menghantui saat ikut event jarak jauh. Insya Allah, tahun ini saya lebih strong dari tahun lalu.
Johnny Ray bakal seru. Tahun lalu dia orang Indonesia pertama yang tuntas 100 mil (160 km). Tahun ini mau tak mau dia harus terjun ke arena 200 mil. Dia sudah siap mental segalanya. Termasuk membeli lampu mumpuni kalau harus gowes hingga tengah malam. Perjalanan Ray bakal epic!
John Boemihardjo, penulis, dan Johnny Ray di Unbound Gravel 2021.
Di kelompok kedua, semua akan ikut 100 mil. Bagus, Ocha, Dietmar, dan Ivo akan terjun di kelas tersebut. Tiga pertama memakai Wdnsdy Journey Titanium yang tangguh, Ivo memakai karbon yang prototipe baru. Oh ya, Ivo akan jadi perempuan Indonesia pertama di ajang ini. Enam bulan terakhir dia latihan luar biasa, khususnya untuk endurance. Semoga bisa finis aman.
Setelah event tahun lalu, saya berkesimpulan bahwa Unbound Gravel adalah Paris-Dakkar-nya balap sepeda. Harus siap dengan medan berat (95 persen jalan bebatuan), tidak ada support di jalan. Jangankan mini market atau warung, pohon saja jarang-jarang di kawasan Flint Hills di Kansas.
Di kelas 200 mil, hanya ada dua kawasan di mana kami boleh mendapatkan support. Jadi, kami merekrut dua orang mekanik dan guide sepeda profesional dari Colorado, kami terbangkan ke Kansas. Salah satunya sahabat lama, pernah mendampingi kami saat gowes di Spanyol dan Colorado.
Tugas mereka tidak mudah. Harus menjadi juru strategi, mekanik, sekaligus standby kalau ada emergency. Asal tahu saja, untuk event yang diikuti 4.000 orang ini, mekanik profesional adalah komoditas esensial. Khususnya yang pengalaman kompetisi di Amerika. Kalau tidak punya pengalaman, akan kesulitan menemukan support crew yang mumpuni. Dan tidak murah.
Saat "pit stop," kami bisa fokus makan dan beres-beres kebutuhan pribadi. Mekaniknya yang sibuk membersihkan dan menservis sepeda. Hanya boleh dilakukan di kawasan yang ditentukan. Ketika kembali di lintasan, kalau ada masalah mekanikal, harus bisa menuntaskan sendiri tanpa bantuan.
Oh ya, kami juga ditemani dua media crew dari Mainsepeda.com. Ini pun tidak mudah. Karena mobil biasa tidak boleh masuk lintasan. Bahkan sebenarnya tidak bisa karena medan yang begitu berat. Panitia akan menyediakan mobil Jeep 4x4 untuk kru media yang terdaftar. Segitu menantangnya!
Tahun lalu, cerita kami mendapatkan perhatian lumayan di channel Mainsepeda di YouTube. Bahkan bisa lebih heboh dari tayangan partner resmi event tersebut.
Tahun ini, kami tentu ingin kembali membawa cerita yang mungkin bisa bermanfaat untuk teman-teman penghobi sepeda lain di Indonesia. Menunjukkan bahwa ini adalah olahraga yang begitu spektakuler. Bukan sekadar olahraga untuk gengsi, untuk foto-foto. Seperti yang saya dan Ray sering ucapkan di podcast: Anda memilih olahraga sepeda... Dekat dengan kesengsaraan!
Dan sekali lagi, tahun ini kami pergi ke Kansas membawa misi brand Indonesia. Kami semua akan menggunakan sepeda merek Indonesia, mengenakan apparel buatan Indonesia, dan mengandalkan nutrisi merek Indonesia! (azrul ananda)
TENTANG UNBOUND GRAVEL:
Unbound Gravel adalah "The World's Premiere Gravel Event." Kali pertama diselenggarakan oleh sebuah komunitas di Emporia, Kansas, pada 2006, event ini lantas menjadi populer di seluruh dunia. Bahkan kategori sepeda "gravel" menjadi booming gara-gara event ini. Sekarang, sepeda gravel adalah kategori dengan pertumbuhan terpesat di dunia.
Dulu bernama Dirty Kanza, event ini menjadi Unbound Gravel setelah diakuisisi oleh Life Time, perusahaan event raksasa Amerika. Event ini tetap dijaga berbasis komunitas (mass participation), walau belakangan banyak pembalap profesional kelas dunia ikut turun merebut prestasi di sini.
Daya tarik utama Unbound Gravel adalah medannya. Melintasi jalan-jalan kerikil/berbatu (gravel) di kawasan Flint Hills, di sekitar Emporia. Jenis batunya dikenal keras dan tajam, dulu digunakan sebagai bahan mata panah oleh suku asli Amerika.
Tahun ini, Unbound Gravel diikuti oleh 4.000 peserta dalam beberapa kategori. Yang paling kondang adalah 200 mil, lalu ada 100 mil. Ada pula kelas XL alias 350 mil (560 km), juga kelas-kelas ringan seperti 25 dan 50 mil.
Selama event, kota Emporia jadi seperti kota baru. Jumlah penduduk normalnya hanya 24 ribu orang, bisa melonjak lebih dari 5.000 orang selama weekend event. Karena kapasitas kota, banyak peserta harus menginap di kota-kota lain. Termasuk yang berjarak 100 km atau lebih dari Emporia! (*)
Baca Juga: Ibu Kota Gravel dan Disc Golf
Foto: Aaron Davis (Unbound Gravel) dan Dokumentasi Mainsepeda