Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Alangkah kunonya teknologi yang digunakan di olahraga sepak bola. Padahal, teknologi bukan hanya bisa digunakan untuk memastikan pertandingan lebih fair. Teknologi juga bisa dijadikan materi edukasi untuk semua yang terlibat. Dan yang paling penting, untuk komentator dan penontonnya.

Penonton di stadion tidak mungkin memperhatikan semua detail pertandingan, bahkan mungkin terlalu jauh melihatnya. Sudut pandang juga bisa mempengaruhi persepsi, yang kemudian bisa memicu emosi yang sebenarnya mungkin tidak tepat.

Menambah pengadil ternyata juga tidak konsisten memberi dampak positif. Karena masih manusia. Buktinya, masih banyak gol sah dianulir, gol ilegal disahkan. Belum lagi pelanggaran-pelanggaran. Apalagi kejadian-kejadian yang bersifat fifty-fifty.

Semua itu, sebenarnya, bisa dibantu dengan teknologi. Dan sebenarnya tidak butuh teknologi yang benar-benar rumit.

Saya tergelitik lagi menulis soal ini gegara musim NFL (American Football) yang baru saja dimulai akhir pekan lalu. Pertandingan-pertandingannya termasuk yang paling rumit dieksekusi, paling sulit diawasi, paling sulit ditayangkan, dan paling sulit dijelaskan. Wasitnya saja ada tujuh di setiap pertandingan. Tapi, inilah olahraga terbesar di Amerika, dan value liga itu dua kali lipat liga sepak bola Inggris.

Di mana ada uang, di situ ada cara untuk memperbaiki kualitas "pertunjukan" liga untuk seluruh penggemarnya.

Pengawasan pertandingannya sangat transparan dan komunikatif untuk penonton. Kalau ada pelanggaran, wasit utama wajib menyalakan mikrofon, lalu menyampaikan kepada seluruh penonton (dan pemirsa) apa pelanggarannya dan apa penaltinya.

Kalau ada keraguan, maka wasit akan berdiskusi, lalu melihat tayangan rekaman ulang yang didapat dari begitu banyak sudut pandang. Bahkan, pylon (tiang pendek kecil penanda garis "gol") pun ada kameranya.

Tentu tidak sempurna. Masih ada kesalahan-kesalahan. Dan pihak liga mengumumkan setelah pertandingan, hasil evaluasi wasit apabila ada keputusan-keputusan yang kurang tepat. Bukan hanya NFL, NBA pun begini. Akan blakblakan menyampaikan apabila ada kesalahan wasit, walau sanksinya dikelola secara internal (karena liga-liga ini beroperasi secara swasta dan mengelola wasitnya sendiri).

Weekend kemarin, ada satu pertandingan yang menarik lagi buat saya. Laga San Francisco 49ers di kandang Chicago Bears. Hujan lebat turun, membuat kondisi lapangan kurang ideal. Garis-garis penanda jaraknya rusak atau tertutup air. Mereka yang di arena bisa menggunakan acuan tambahan di pinggir lapangan. Tapi yang di televisi susah.

Untungnya, ada teknologi untuk itu. Lihat foto tulisan ini. Garis-garis dan angka hitam itu adalah marka digital. Hanya pemirsa televisi yang bisa melihatnya, memudahkan mereka dalam mengikuti jalannya pertandingan.

Juga memudahkan komentator, yang bisa jadi berada jauh di studio, bisa jadi berada di kota yang berbeda.

Di Formula 1 apalagi. Ketika ada dua pembalap bersenggolan, tim wasit bisa menggunakan banyak kamera untuk melakukan penilaian. Termasuk kamera dari masing-masing mobil yang bisa menunjukkan gerakan tangan pembalap ketika insiden terjadi.

Tentu saja, sekali lagi, ini masih belum sempurna. Keputusan akhir tetap harus dibuat oleh manusia. Tapi, teknologi bisa banyak membantu mengedukasi penonton/pemirsa. Juga komentator, yang punya peran penting menjelaskan apa yang terjadi untuk para pemirsa.

Dengan teknologi, berlangsungnya pertandingan jadi lebih transparan, lebih komunikatif. Komentator jadi punya materi yang faktual, tidak asal njeplak apalagi bicara soal hal-hal yang tidak ada kaitan dengan action di lapangan.

Saya hanya bisa bermimpi, apakah kelak sepak bola akan ikut menggunakan teknologi agar pertandingannya lebih transparan lagi. Dan itu bukan sekadar VAR. Tidak cukup dengan tambahan teknologi 3D semi otomatis untuk mendeteksi offside yang akan mulai diterapkan di Piala Dunia 2022 di Qatar.

Bayangkan, kita menonton sepak bola. Dan jam/stopwatch yang dipakai wasit terkonek dengan layar tayangan. Setiap kali wasit menghentikan waktu, semua yang menonton tahu. Dengan demikian, tidak perlu menebak-nebak, ada berapa menit waktu yang diberikan sebagai tambahan. Apa yang dipikir wasit, sama dengan yang dilihat penonton. Komentator juga bisa menggunakannya sebagai bahan komunikasi dan edukasi.

Bayangkan, kita menonton sepak bola. Ketika ada wasit meniup peluit, dia langsung menyalakan mic, lalu menyampaikan secara jelas apa pelanggaran dan kenapa sanksinya kartu kuning atau merah. Atau kenapa tidak perlu diberi kartu. Kalau semua sesuai aturan, komentator bisa membahas secara intelektual. Penonton/pemirsa bisa mendapat informasi langsung. Bukan berdebat tidak karuan setelah pertandingan seperti sekarang.

Bayangkan, kalau ada gol yang kontroversial atau dianulir. Wasit akan berdiskusi dengan para asistennya, melihat tayangan ulang dari berbagai sudut pandang, sebelum mengkonfirmasi keputusannya (yang diumumkan menggunakan mic untuk didengar semua).

Toh, ketika gol itu terjadi, situasi pertandingan terhenti. Beberapa menit review tidak akan mengganggu kalau itu memastikan kualitas keputusan dan kualitas hasil pertandingan.

Komentator pun bisa menggunakannya sebagai bahan yang akurat, kemudian menyampaikan dengan lebih tegas ke penonton. Bukan pura-pura tidak tahu atau seolah tidak menghiraukan.

Dengan cara ini, saya yakin hasil akhirnya adalah edukasi efektif untuk jutaan penggemar sepak bola. Karena dengan teknologi dan data, perdebatan usai pertandingan bisa lebih berkualitas dan tidak toxic. Juga memaksa semua yang terlibat di pertandingan jadi lebih berkualitas...

Fair dan sportivitas dan kemajuan positif akan menjadi dampak. Bukan sesuatu yang harus disabari selama bertahun-tahun, entah sampai kapan... (azrul ananda)

Comments (22)

Catatan Rabuan

Semua Kalah dengan Super Bowl (1) - Harga Tiket Rata-Rata Rp 130 Juta

Fakta: Sepak bola adalah olahraga paling populer di dunia. Fakta: Premier League (Inggris) adalah liga sepak bola dengan...

Semua Kalah dengan Super Bowl (2) - Baru Dapat Piala Ayah setelah 50 Tahun  

Tidak perlu mengerti permainan American football untuk ikut geleng-geleng kepala dengan kehebatan Super Bowl. Pertanding...

Nonton, Wani Piro?

Olahraga populer memang dilematis di tengah pandemi ini. Di satu sisi, menyelenggarakannya memberikan risiko besar buat...

Tom Brady Manusia Sempurna?

Di sinilah kekaguman utama saya pada seorang Brady. Ketika mendekati usia 40, dan setelah melewati usia 40, dia semakin...