Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Saya tidak ingin sering menulis seperti ini. Tribut untuk seorang sahabat yang baru saja pergi. Tapi ada begitu banyak isi hati berkecamuk, harus saya luapkan lewat tulisan ini. Sebuah tulisan untuk Pak Lucky. Seseorang yang level kebaikannya tidak banyak yang bisa menandingi.

Selasa, 12 Maret, kabar buruk itu saya terima pukul 06.15 pagi. Marthen Lucky Kojongian, yang biasa kami panggil Pak Lucky atau Ko Lucky, meninggal dalam sebuah kecelakaan.

Pagi itu, pria kelahiran 1970 itu hendak bersepeda ke tempat latihan bersama teman-teman di hari Selasa dan Kamis, di kawasan Pakuwon City, Surabaya Timur. Sebuah truk, pengemudinya masih sangat muda dan ternyata tidak punya surat-surat, menubruknya. Sang sopir mengaku mengantuk.

Alangkah syoknya kami pagi itu.

Seseorang yang dalam suka dan duka selalu siap untuk teman-temannya. Sekarang sudah tidak ada lagi…

***

Saya sering menyebut, teman-teman sepeda itu seperti teman-teman TK yang bertemu saat dewasa. Tidak peduli latar belakang apa, tidak peduli agama apa, tidak peduli perbedaannya apa. Kalau di kelompok saya, yang penting tahan banting dan tahan bersama.

Saya sudah kenal Pak Lucky sejak sekitar 2013. Saya belum dua tahun sepedaan, Pak Lucky baru mulai sepedaan. Dia mengaku terinspirasi untuk bersepeda setelah membaca tulisan saya.

Waktu itu saya menulis tentang teman-teman yang hidupnya berubah drastis setelah menekuni hobi sepeda. Berat badan turun puluhan kg, dan karakter orang kuat atau tidak bisa dilihat dari komitmen dan ketekunannya bersepeda.

Seiring berjalannya waktu, Pak Lucky adalah bagian dari komunitas besar sepeda di Indonesia, khususnya di Surabaya. Lebih khusus lagi di kelompok kami, yang belakangan dijuluki “Azrul Ananda School of Suffering atau AA SoS.”

Orangnya begitu populer. Tidak mudah sakit hati saat teman-teman saling mem-bully. Dia jarang membalas. Tapi kalau ada momen, balasannya bisa membuat kita semua terpingkal-pingkal.

Di dalam kelompok kami, ada lagi sub-kelompoknya. Mereka menyebut diri sebagai GPT atau “Grup Papan Tengah” atau grup yang kekuatannya tanggung. Kelompok cepat di depan bukan, paling lambat juga bukan.

Lambangnya ikan Piranha. Target saat sepedaan selalu mengejar kelompok “Hiu” di depan. Kalau tidak sanggup, target berubah jadi “makan satu sama lain.”

Ini kelompok –yang kemudian menjadi lebih luas bukan sekadar GPT-- lucu luar biasa. Setiap mau latihan menanjak atau even, selalu saling mengincar. dr Theri Effendi, dokter yang juga cyclist, mengaku sudah siap “bertarung” dengan Pak Lucky di even Bromo KOM Challenge 2019, yang dijadwalkan berlangsung 16 Maret. Hanya beberapa hari setelah Pak Lucky kecelakaan. 

“Padahal sudah janji pas Bromo KOM kita bertiga dengan Om Ray (Raymond Siarta, Red) akan batek-batekan (hajar-hajaran),” aku dr Theri.

Bagi yang tahu sepeda, hajar-hajaran di tanjakan itu tidak seperti balapan yang dibayangkan banyak orang. Karena kecepatannya bakal sangat rendah (7-10 km/jam), dan bakal adu tahan sakit finis duluan. Dan ini kadang memberi tontonan yang menghibur buat yang lain.

Pak Lucky bukan hanya sportif menanggapi teman-temannya “yang nakal.” Dia termasuk cyclist yang paling toleran. Ketika melihat ada teman yang sedang struggling menanjak, dia dengan ringan hati bersedia menunggu dan menemani. Bahkan “menarikkan” teman itu sampai ke finis.

“Terakhir kali kami ketemu bersepeda, saya masih menanjak dan Pak Lucky sudah ikut rombongan turun. Saat turun itu dia sempat mengacungkan jempol untuk menyemangati,” tutur Isna Fitriana, adik saya.

Di acara Bromo KOM itu, Pak Lucky seharusnya ikut menjadi road captain bersama rekan-rekan AA SoS yang lain. Sebagai tribut, kami sepakat menggunakan ban hitam selama even, bertuliskan “For Lucky.”

***

Pak Lucky adalah seorang bonek. Saya sendiri tidak menyangka dia ternyata seorang bonek. Bahkan dia dan keluarganya sudah menjadi keluarga bonek. Pendukung Persebaya Surabaya yang luar biasa.

Pada 2017, saat Persebaya masih di Liga 2 dan harus bertanding ke Ngawi, saya, Pak Lucky, dan beberapa teman berangkat dengan cara ekstrem. Pagi itu kami bersepeda ke Madiun sejauh 160 km. Mandi di sana, makan siang, lalu langsung ke Ngawi untuk nonton Persebaya lawan Persinga Ngawi.

Kami berangkat dari Surabaya sekitar pukul 5 pagi. Kalau tidak salah hanya makan di Jombang, berhenti di Saradan, lalu saat akan masuk kota Madiun. Saking efisiennya, pukul 10.15 sudah masuk Madiun!

Mandi dan makan siang pun santai. Sorenya bisa nonton.

Berkali-kali pula Pak Lucky ikut nonton ke Gelora Bung Tomo.

Yang saya merasa sangat tersentuh, dia sangat peduli terhadap kesehatan dan ketenangan diri saya selama saya menjadi CEO Persebaya.

Misalnya saat keputusan-keputusan saya yang tidak populer mendapat kecaman dari banyak pihak. Dengan halus Pak Lucky menghubungi istri saya, teman-teman dekat, untuk bersama memberikan dukungan moral.

Pak Lucky pernah menghubungi saya. Dia ini sangat aktif di gereja, sangat populer di antara teman-temannya di gereja. Dia bilang, dia selalu menyelipkan doa untuk saya dan keluarga.

“Apa pun sampeyan mas, kamu tetap idolaku yang ada dalam hati dan tindakanku,” tulis dia dalam sebuah pesan WA.

Pak Lucky pernah juga bilang, dia tidak bisa membantu lebih banyak. Dia hanya bisa membantu lewat doa. Tapi saya tahu dia “bergerilya” ke teman-teman dan keluarga saya untuk terus memberikan support.

Yang tidak pernah akan saya lupakan, Pak Lucky pernah bilang kalau dia percaya kepada saya. Dia percaya kalau segala yang saya lakukan bisa memberi kebaikan untuk orang banyak. Tentu waktu itu saya menanggapinya dengan canda.

Tapi sekarang, saya akan mengingat itu sebagai motivasi ekstra. Semoga Pak Lucky benar, segala yang saya lakukan bisa memberi manfaat untuk orang banyak. Dan semoga saya tidak mengecewakannya…

***

Anda ingin tahu indikasi orang itu baik atau tidak? Lihatlah keluarganya. Pak Lucky punya keluarga yang luar biasa.

Selasa pagi yang kelabu itu, sang istri, Putu Yulianti, bersama putra kembarnya yang sudah SMA, Alvin dan Alven, tampak begitu tabah.

Saya terus terang tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Sang istri saat memeluk saya justru bilang minta maaf apabila ada kesalahan dari Pak Lucky. Ini pasti salah, karena saya dan teman-teman PASTI lebih punya banyak salah kepada Pak Lucky. Karena orang yang satu ini tidak pernah sedikit pun jahat kepada yang lain. Walau saat dikerjain pun dia bisa menyikapinya dengan sportif.

Sebelum jenazah dibawa ke rumah duka, sambil menangis sang istri kembali berbicara kepada saya. Dia tampak sudah sangat ikhlas. “Saya lega Pak Lucky meninggal di atas sepeda, menjalani hobinya. Bukan karena sakit,” ucapnya waktu itu…

Mari kita semua introspeksi diri. Siapa di antara kita yang bisa sekuat dan setabah itu dalam menghadapi situasi seperti ini?

Pak Lucky, terima kasih atas persahabatan yang sudah terjalin selama ini. Terima kasih atas segala doa dan kebaikan yang sudah Anda lakukan selama ini.

Kami yakin orang sebaik Anda akan mendapatkan tempat yang jauh lebih indah. Kami yakin, Anda sekarang sedang bersepeda di tempat yang paling spektakuler! (azrul ananda)

Comments (2)

Catatan Rabuan

Liga "Arms Race" Masa Depan

Survival of the fittest. Yang mampu akan tetap mampu. Yang kurang mampu bisa semakin terpuruk. Yang tengah jadi terjepit...

Untuk Sepak Bola Surabaya

Jangankan berkolaborasi, berkomunikasi dengan Pemkot Surabaya bahkan berlanjut jadi sesuatu yang sulit. Saya pernah bert...

Sepak Bola #localpride

Dalam dua pekan terakhir, saya banyak bertemu dan berdiskusi dengan orang-orang penting dunia olahraga. Mulai dari Menpo...

Bawa Equity ke Liga 1

Nah, sekarang, menyikapi pertanyaan-pertanyaan orang tentang efek klub-klub baru ini di Liga 1. Saya selalu menggunakan...